Minggu, 29 November 2015

Motivasi Lanj.

Ditinjau dari etimologinya, “motivasi” berasal dari kata Latin motivus atau motum yang berarti menggerakkan atau memindahkan. Dari asal-usul kata ini, Lorens Bagus, dalam Kamus Filsafat, mengartikan motivasi atau motif sebagai dorongan sadar dari suatu tindakan untuk merumuskan kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia. Motivasi memainkan peranan penting dalam menilai tindakan manusia, karena pada motif-motif itulah terkandung arti subyektif dari tindakan tertentu bagi orang tertentu.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan motivasi sebagai “usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya”.
Menurut Stephen P. Robbins, motivasi adalah “proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran”. Tiga kata kunci dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan (yang mengandaikan berlangsung lama). Intensitas dimaksudkan seberapa keras seseorang berusaha. Agar dapat menghasilkan kinerja yang baik, intensitas (setinggi apa pun) harus mempunyai arah yang menguntungkan organisasi. Dan akhirnya, intensitas dan arah yang telah dimiliki harus diterapkan secara tekun dan berlangsung lama. Inilah ukuran sejauh mana orang dapat mempertahankan usahanya. Individu yang termotivasi akan tetap bertahan dengan pekerjaannya dalam waktu cukup lama untuk mencapai sasaran mereka. Sebaliknya, seseorang yang tidak termotivasi hanya akan memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Konsep motivasi kiranya merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja individu dalam organisasi. Dengan kata lain, motivasi merupakan salah satu determinan penting bagi kinerja individual di samping variabel determinan lain misalnya kemampuan orang yang bersangkutan dan atau pengalaman kerja sebelumnya.
Teori Motivasi Abraham Maslow: Hirarki Kebutuhan
Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai berikut:
Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.
Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan.
Kebutuhan akan penghargaan: mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
Maslow menyebut teori Hirarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau perpaduan teori yang holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow mendasarkan teorinya dengan mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey, yang dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan psikologi Gestalt, dan dengan dinamisme Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Adler.
Bagaimana identifikasi atas tiap kebutuhan di atas dan dampaknya terhadap motivasi yang mempengaruhi kinerja individu dalam organisasi akan dijelaskan sebagai berikut:
IDENTIFIKASI HIRARKI KEBUTUHAN DAN APLIKASI MANAJEMEN
1. Kebutuhan Fisiologis
Identifikasi Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia.
Tak diragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini.
Aplikasi Manajemen
Pertama-tama harus selalu diingat bahwa bagi orang yang sangat kelaparan, tidak ada perhatian lain kecuali makanan. Seorang pemimpin atau manajer jangan berharap terlalu banyak dari karyawan yang kelaparan. Berbeda dari kebutuhan-kebutuhan tingkat berikutnya, kebutuhan pokok ini hanya bisa dipenuhi oleh pemicu kekurangannya. Rasa lapar hanya dapat dipuaskan dengan makanan. Maslow menggambarkan bahwa bagi manusia yang selalu dan sangat kelaparan atau kehausan. Orang yang cenderung berpikir bahwa seandainya makanannya terjamin sepanjang hidupnya, maka sempurnalah kebahagiaannya, orang seperti itu hanya hidup untuk makan saja. Untuk memotivasi kinerja karyawan seperti ini, tentu saja makanan solusinya. Tunjangan ekstra untuk konsumsi akan lebih menggerakkan semangat kerja orang seperti ini dibandingkan dengan nasehat tentang integritas individu dalam organisasi.
2. Kebutuhan Rasa Aman
Identifikasi Kebutuhan Rasa Aman
Segera setelah kebutuhan dasar terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan.
Aplikasi Manajemen
Dalam konteks perilaku kinerja individu dalam organisasi, kebutuhan akan rasa aman menampilkan diri dalam perilaku preferensi individu akan dunia kerja yang adem-ayem, aman, tertib, teramalkan, taat-hukum, teratur, dapat diandalkan, dan di mana tidak terjadi hal-hal yang tak disangka-sangka, kacau, kalut, atau berbahaya. Untuk dapat memotivasi karyawannya, seorang manajer harus memahami apa yang menjadi kebutuhan karyawannya. Bila yang mereka butuhkan adalah rasa aman dalam kerja, kinerja mereka akan termotivasi oleh tawaran keamanan. Pemahaman akan tingkat kebutuhan ini juga dapat dipakai untuk menjelaskan mengapa karyawan tertentu tidak suka inovasi baru dan cenderung meneruskan apa yang telah berjalan. Atau dipakai untuk memahami mengapa orang tertentu lebih berani menempuh resiko, sedangkan yang lain tidak.
Dalam organisasi, kita seringkali mendapati perilaku individu yang berusaha mencari batas-batas perilaku yang diperkenankan (permisible behavior). Ia menginginkan kebebasan dalam batas tertentu daripada kebebasan yang tanpa batas. Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang batas-batas perilaku yang diterima bagi dirinya sendiri dapat mempunyai perasaan terancam. Agaknya ia akan berupaya untuk menemukan batas-batas seperti itu, sekalipun pada saat-saat tertentu, ia harus berperilaku dengan cara-cara yang tidak dapat diterima. Para manajer dapat mengakomodasi kebutuhan akan rasa aman dalam organisasi dengan jalan membentuk dan memaksakan standar-standar perilaku yang jelas. Penting dicatat juga bahwa perasaan manusia tentang keamanan juga terancam apabila ia merasa tergantung pada pihak lain. Ia merasa bahwa ia akan kehilangan kepastian bila tanpa sengaja melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki. Individu yang berada dalam hubungan dependen seperti itu akan merasa bahwa kebutuhan terbesarnya adalah jaminan dan proteksi.
Belakangan ini marak wacana adanya kemungkinan para karyawan di-PHK karena faktor perkembangan teknologi. Dalam situasi ini, manajer dapat memotivasi karyawan dengan jalan memberikan suatu jaminan kepastian jabatan (job-security-pledge).
3. Kebutuhan Sosial
Identifikasi Kebutuhan Sosial
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
Aplikasi Manajemen
Individu dalam organisasi menginginkan dirinya tergolong pada kelompok tertentu. Ia ingin berasosiasi dengan rekan lain, diterima, berbagi, dan menerima sikap persahabatan dan afeksi. Walaupun banyak manajer dewasa ini memahami adanya kebutuhan demikian, kadang mereka secara keliru menganggapnya sebagai ancaman bagi organisasi mereka sehingga tindakan-tindakan mereka disesuaikan dengan pandangan demikian. Organisasi atau perusahaan yang terlalu tajam dan jelas membedakan posisi pimpinan dan bawahan seringkali mengabaikan kebutuhan karyawan akan rasa memiliki (sense of belonging). Seharusnya karyawan pada level kebutuhan ini dimotivasi untuk memiliki rasa memiliki atas misi dan visi organisasi dan menyatukan ambisi personal dengan ambisi organisasi. Antara pengembangan pribadi dan organisasi mempunyai hubungan yang hasilnya dirasakan secara timbal balik.
4. Kebutuhan akan Penghargaan
Identifikasi Kebutuhan akan Penghargaan
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
Aplikasi Manajemen
Tidak jarang ditemukan pekerja di level manajerial memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ternyata tidak selamanya uang dapat memotivasi perilaku individu dalam organisasi. Dari semua indikasi yang terdata, tampaknya organisasi yang menyandarkan peningkatan kinerja karyawan mereka pada aspek finansial, tidak memperoleh hasil yang diharapkan. Benar bahwa uang adalah salah satu alat motivasi yang kuat, tetapi penggunaannya harus disesuaikan dengan persepsi nilai setiap karyawan. Individu tertentu pada saat dan kondisi tertentu barangkali tidak lagi merasakan uang sebagai penggerak kinerja.
Ketimbang uang, individu pada level ini lebih membutuhkan tantangan yang dapat mengeksplorasi potensi dan bakat yang dimilikinya. Tidak mengherankan bahwa sejumlah top manajer tiba-tiba mengundurkan diri ketika merasa tidak ada lagi tantangan dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Keinginan atau hasrat kompetitif untuk menonjol atau melampaui orang lain boleh dikatakan sebagai sifat universal manusia. Kebutuhan akan penghargaan ini jika dikelola dengan tepat dapat menimbulkan kinerja organisasi yang luar biasa. Tidak seperti halnya kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih rendah, kebutuhan akan penghargaan ini jarang sekali terpenuhi secara sempurna.
Masalahnya, banyak manajer seringkali lupa atau berpikir banyak kali untuk memberikan pujian dan pengakuan tulus bagi prestasi karyawan, dan sebaliknya tanpa pikir dua kali untuk melemparkan kritik atas pekerjaan buruk bawahannya. Pakar kepemimpinan, William Cohen, mengatakan bahwa jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang baik untuk memberikan pengakuan kepada prestasi kerja dalam organisasi. Pengakuan merupakan salah satu motivator manusia yang paling kuat. Psikolog terkenal, B.F. Skinner menambahkan bahwa untuk mendapat motivasi maksimum, orang harus memuji secepat mungkin setelah tampak perilaku yang pantas mendapat pujian. 
5. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Identifikasi Kebutuhan Aktualisasi Diri
Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai.
Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada menerima. Dalam makalah ini, gagasan aktualisasi diri akan mendapat sorotan lebih luas dan dalam sebelum masuk dalam pembahasan penerapan teori.
Aplikasi Manajemen
Pada tingkat puncak hirarki kebutuhan ini, tidak banyak yang dapat dikatakan tentang bagaimana cara memotivasi individu pada level ini. Bagi orang-orang yang dikatakan telah mencapai kematangan psikologis ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai dan tindakan mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka. Bila pada level kebutuhan sebelumnya, individu biasa dimotivasi oleh kekurangan, orang yang matang ini terutama dimotivasi oleh kebutuhannya untuk mengembangkan serta mengaktualisasikan kemampuan-kemampuan dan kapasitas-kapasitasnya secara penuh. Bahkan menurut Maslow, istilah motivasi kurang tepat lagi untuk diterapkan pada kebanyakan orang yang berada di tahap aktualisasi diri. Mereka itu amat spontan, bersikap wajar, dan apa yang mereka lakukan adalah sekedar untuk mewujudkan diri; sekedar pemenuhan hidup sebagai manusia. Seperti kata Luijpen: Being man is having to be man.

Motivasi Lanj.

1. Teori Harapan
TEORI HARAPAN
Teori harapan (expectancy theory) merupakan salah satu teori yang termasuk dalam teori proses motivasi, teori harapan adalah teori yang dikemukakan oleh Victor H. Vroom (dalam Umar, 2005) yaitu seseorang bekerja atau mengerjakan suatu hal untuk merealisasikan tujuan-tujuannya. Teori harapan diperluas oleh Porter dan Lawler.
Siagian (dalam Nursalam dan Efendi, 2008) menjelaskan inti dari teori yang dikemukakan Vrom yaitu, harapan terletak pada seberapa kuatnya kecenderungan seseorang untuk bertindak dengan bergantung pada harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan terdapat daya tarik pada hasil tersebut bagi orang yang bersangkutan. Teori ini didasarkan pada 3 komponen, yaitu:
  1. Harapan, adalah suatu kesempatan yang disediakan dan akan terjadi karena perilaku.
  2. Nilai, merupakan nilai yang diakibatkan oleh perilaku tertentu. Misalnya nilai positif pada peristiwa terpilihnya seseorang karena memang ingin dipilih, nilai negatif bila seseorang kecewa karena sebenarnya tidak ingin dipilih serta acuh-tak-acuh jika bernilai nol.
  3. Pertautan, yaitu besarnya probabilitas; jika bekerja secara efektif apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan tertentu yang diharapkannya.

Implikasi Praktis
Implikasi praktis dari teori harapan, contoh langsung dalam kehidupan pekerjaan misalnya, Athuura adalah seorang Redaktur Pelaksana pada sebuah majalah ternama di Jakarta. Dalam mengatur pekerjaan bawahannya, Athuura membuat urutan pekerjaan yang harus diselesaikan paling lambat saat tanggal deadline, dengan cara membuat tabel to-do list yang ditempel pada dinding ruangan bawahannya. Jadi bawahan Athuura akan memberi tanda centang pada setiap pekerjaan yang sudah diselesaikan. Hal tersebut Athuura lakukan dengan harapan bahwa semua pekerjaan yang harus dilakukan dapat diatur dan dikerjakan sesuai dengan tanggal yang sudah ditentukan. Terbukti, cara yang Athuura lakukan membawa nilai positif karena bawahan Athuura menjadi lebih tertib dalam mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan mereka. Hal tersebut sangat efektif karena keinginan dan kebutuhan yang diharapkan terpenuhi.

TEORI TUJUAN
Dalam teori ini, Edwin Locke mengemukakan kesimpulan bahwa penetapan suatu tujuan tidak hanya berpengaruh terhadap pekerjaan saja, tetapi juga memengaruhi orang tersebut untuk mencari cara yang efektif dalam mengerjakannya, hal tersebut dijabarkan oleh Mangkunegara (dalam, Nursalam dan Efendi, 2008). Kejelasan tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya akan menumbuhkan motivas yang tinggi. Siagian (dalam, Nursalam dan Efendi, 2008) berpendapat bahwa tujuan yang sulit sekalipun apabila ditetapkan sendiri oleh orang yang bersangkutan atau organisasi yang membawahinya akan meningkatkan prestasi, asalkan dapat diterima sebagai tujuan yang pantas dan layak dicapai.
Locke (dalam Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2007) menyatakan bahwa penetapan tujuan merupakan proses kognitif dari beberapa utilitas praktis. Pandangannya adalah bahwa keinginan dan tujuan individu merupakan determinan perilaku yang utama. Teori penetapan tujuan juga menempatkan penekanan yang spesifik terhadap pentingnya tujuan sadar dalam menjelaskan perilaku yang termotivasi.

Implikasi Praktis
Masih dengan Athuura, majalah yang Athuura “pegang” adalah sebuah majalah digital. Kendala yang saat ini dialami adalah belum banyaknya downloader dari aplikasi untuk membaca majalah digital tersebut. Selain itu banyak downloader yang hanya men-dowload­ namun tidak membuka aplikasi tersebut karena saat aplikasi terbuka bahkan menghapusnya, jalannya aplikasi cenderung lambat dan membuat hp lag. Bagian pemrograman membuat revisi dari aplikasi dengan memperbaiki bugs yang muncul. Dengan tujuan, para downloader tidak akan menghapus aplikasi yang sudah didownload dan membuka aplikasi tersebut setiap tanggal terbitnya majalah. Majalah digital sangat bergantung pada jumlah downloader, jadi semakin banyak downloader akan semakin memotivasi pekerja dan meningkatkan keoptimisan pekerja untuk bertahan dalam perusahaan tersebut. Selain itu, dengan aplikasi yang berjalan dengan baik, pembaca akan semakin tertarik untuk mendownload setiap majalah yang terbit, ditambah lagi dengan konten majalah dan tema yang menarik di setiap edisinya.

Sabtu, 21 November 2015

Motivasi

mellyasari
2pa03 (15513439)


A.  Teori Motivasi

Menurut McClelland (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) motivasi sendiri merupakan istilah yang lebih umum, yaitu suatu istilah yang dipergunakan untuk keseluruhan fenomena yang melibatkan tingkah laku individu sebagai hasil suatu rangsang situasi atau motif .

  Teori yang dikembangkan oleh McClelland (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) menjelaskan tentang kebutuhan-kebutuhan individu atau ada yang menyebutnya dengan motif motif yang menjadi dasar perilaku, yaitu motif untuk berprestasi, motif untuk berkuasa dan motif untuk berafiliasi.

a.  Motif untuk berprestasi (n-Ach)
Motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik berasal dari standar prestasinya di waktu lalu maupun prestasi orang lain. Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih menyukai pekerjaan yang memiliki tanggung jawab pribadi, memperoleh umpan balik dan beresiko sedang. Mereka tidak menyukai keberhasilan yang didapatkan secara kebetulan. Tujuan yang ditetapkan oleh mereka juga merupakan tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai dan juga tidak terlalu mudah.
b.    Motif untuk berkuasa (n-pow)
Motif yang mendorong seseorang mengambil kendali untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain. Orang yang memiliki kebutuhan ini cenderung bertingkah laku otoriter. Dalam memberikan bantuan kepada orang lain, mereka tidak memberikannya secara tulus, keinginan dasarnya adalah agarorang lain menjadi menghormatinya.Pemberian bantuan digunakan untuk menunjukkan kelebihan diri mereka.  Ciri-ciri orang  yang memiliki motif berkuasa tinggi antara lain adalah suka terhadap perubahan status, senang mempengaruhi orang lain, cenderung membantu tanpa diminta, dan terlibat dalam kegiatan sosial yang melambangkan prestise.
c.    Motif untuk berafiliasi (n-aff)
Motif yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Yang menjadi tujuan di sini adalah suasana yang penuh dengan keakraban dan keharmonisan. Dengan motif berafiliasi, orang terdorong untuk membentuk, menjaga, atau memperbaiki hubungan baik atau persahabatan dengan orang lain. Mereka lebih menyukai situasi yang kooperatif daripada situasi yang kompetitif dan mereka akan berusaha untuk menghindari konflik. Ciri-ciri mereka dengan motif afiliasi yang tinggi adalah senang berada dalam suasana hubungan yang akrab dengan orang lain, risau bila harus berpisah dengan orang yang sudah kenal baik, dan dalam bekerja melihat dengan siapa mereka bekerja.

 Motivasi berprestasi karyawan tidak hanya karena karyawan yang berprestasi akan mendapatkan insentif, penghargaan dan promosi, tetapi juga akan menimbulkan kepuasan batin karena berhasil melewati tantangan dan rangsangan kreatif dalam pekerjaan itu. Selain itu hal lain yang dirasakan sebagai imbalannya adalah kebanggaan karena telah menuntaskan pekerjaan, menjalin persahabatan dengan mitra kerja, dan dapat membantu mengajari orang lain dalam pekerjaan.

McClelland (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) juga mengemukakan bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi tersebut dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi, serta peluang yang tersedia. Energi ini akan dimanfaatkan oleh karyawan karena oleh kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat, harapan keberhasilan, nilai insentif yang terlekat pada tujuan. Menurut McClelland, Atkinson, Clark, & Lowell (dalam Maryanti & Meinawati,2007) , motivasi berprestasi merupakan tujuan dari individu agar berhasil dalam persaingan dengan standar tinggi. Individu mungkin akan gagal mencapai tujuan ini, tetapi memungkinkan individu tersebut untuk mengidentifikasikan tujuan yang akan dicapai.

     McClelland mengemukakan bahwa motivasi berprestasi berkaitan dengan hasrat atau keinginan individu untuk melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, bukanlah untuk memperoleh penghargaan sosial atau prestasi melainkan untuk mencapai kepuasan batin dalam dirinya. McClelland juga mengemukakan bahwa orang yang memiliki motivasi yang tinggi akan lebih memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan perbaikan kinerja dan belajar lebih baik. McClelland (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) memberikan batasan terhadap motivasi berprestasi sebagai motif untuk mencapai suatu standar pencapaian atau keahlian. Berdasarkan penelitiannya, McClelland berpendapat bahwa untuk menemukan motivasi yang mendasari suatu tingkah laku, cara yang terbaik adalah dengan menganalisa motif yang ada dalam fantasi seseorang karena motivasi tidak dapat dilihat begitu saja dari tingkah laku. Selanjutnya McClelland berpendapat bahwa motivasi berprestasi dapat ditingkatkan dengan jalan latihan-latihan. Jadi motivasi berprestasi ini dapat dikembangkan pada segala tingkatan umur
Adapun karakteristik individu dengan moti-vasi tinggi atau rendah sebagaimana telah dikemukakan oleh Mc.Clelland dan Winter (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) ada 6 faktor yang membedakan tingkat motivasi tinggi atau rendahnya seseorang, yaitu:
a.  Tanggung Jawab
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi merasa bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya dan tidak akan meninggalkan tugas tersebut sebelum berhasil menyelesaikannya. Sedangkan individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah kurang merasa bertanggung jawab akan tugas yang dikerjakannnya dan cenderung menyalahkan hal-hal di luar dirinya. 
b.  Resiko Pemilihan Tugas
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memilih tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang. Walaupun tugas tersebut sulit baginya, tetapi orang tersebut akan tetap berusaha menyelesaikan tugas tersebut, dan berani menanggung resiko bila mengalami kegagalan. Sedangkan individu yang memiliki motivasi rendah akan memilih tugas yang sangat mudah, ia yakin akan berhasil dalam mengerjakannya dan apabila mengalami kegagalan ia akan menyalahkan tugas tersebut.
a.  Waktu Penyelesaian Tugas
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan brusaha menyelesaikan setiap tugasnya dengan waktu secepat mungkin, sedangkan individu dengan motivasi berprestasi rendah kurang berusaha dalam menyelesaikan tugas tersebut dalam waktu yang cepat dan cenderung menunda-nunda waktu penyelesaian.
b.    Umpan Balik
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai umpan balik yang diberikan orang lain atas pekerjaan yang telah dilakukannya. Dengan umpan balik atas keberhasilan akan membuat individu memahami efektivitasnya dan akan terdorong untuk meningkatkannya. Sedangkan umpan atas kegagalan akan membuat motivasi untuk memperbaikinya. Individu bermotivasi prestasi rendah kurang menyukai umpan balik karena umpan balik dianggapnya kesalahan yang ia lakukan dan ia akan gagal serta usahanya akan menjadi sia-sia.

a.     Keinginan Menjadi yang Terbaik
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi selalu berusaha menunjukkan hasil kerja, mungkin dengan tujuan meraih predikat yang terbaik. Sedangkan individu dengan motivasi berprestasi rendah menjadi yang terbaik bukanlah prioritas utama sehingga mereka kurang berusaha secara maksimal.
b.     Kreatif dan Inovatif
Individu yang memiliki motivasi berprestasi berprestasi tinggi cenderung kreatif dan kurang menyukai pekerjaan yang selalu rutin dikerjakan, sedangkan individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah akan memilih tugas yang sudah berstruktur sehingga ia tidak perlu lagi menentukan sendiri bagaimana cara mengerjakannya.
Teori motivasi dua faktor atau Herzberg's Two Factors Motivation Theory menyatakan tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) yaitu :

1. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas pekerjaannya itu.
2. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, jabatan, hak, gaji, tunjangan, dll.
3. Karyawan kecewa jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Herzberg juga mengatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi dua faktor yang merupakan kebutuhan (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) yaitu :
a. Maintenance Factor (Hygiene factor)
Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Faktor-faktor ini meliputi gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, tunjangan, dll. Hilangnya faktor-faktor ini akan menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak karyawan yang keluar.

b. Motivation Factor (Satisfier factor)
Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, seperti fasilitas yang memadai, penempatan yang tepat, dll. Jika kondisi ini tidak ada, maka tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Serangkaian faktor ini meliputi prestasi (achievement), pengakuan (recognition), pekerjaan itu sendiri (the work it self), tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advancement), dan pengembangan potensi individu (the possibility of growth). Rangkaian ini melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang dikerjakannya yakni kandungan pekerjaan pada tugasnya. 
Menurut Herzberg cara terbaik untuk memotivasi karyawan adalah dengan memasukkan unsur tantangan dan kesempatan guna mencapai keberhasilan dalam pekerjaan mereka. Penerapannya dengan pengayaan pekerjaan (job enrichment), yaitu suatu teknik untuk memotivasi yang melibatkan upaya pembentukan kelompok-kelompok kerja natural, pengkombinasian tugas-tugas, & pembinaan hubungan dengan klien. Pengayaan pekerjaan ini merupakan upaya motivator seperti kesempatan untuk berhasil dalam pekerjaan dengan membuat pekerjaan lebih menarik dan lebih menantang.

Maslow (dalam Maryanti & Meinawati,2007) Menyatakan bahwa motivasi manusia bergantung pada pemenuhan susunan hierarkis kebutuhan. Kebutuhan itu menentukan cara bagaimana orang bertingkah laku dan motivasi diri mereka sendiri. Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi sebelum bergerak ke arah kebutuhan yang lebih tinggi. Ketika masing-masing kebutuhan dipenuhi, kebutuhan selanjutnya dalam hierarki itu segera timbul. Maslow mencatat lima kategori utama yang dimulai dari kebutuhan tingkat terendah. 
Kebutuhan dasar adalah memenuhi dorongan-dorongan biologis, tingkat kedua mengembangkan kebutuhan untuk bebas dari ancaman fisik dan psikologis. Tingkat ketiga menampung kebutuhan-kebutuhan dicintai dan diterima oleh orang lain. Secara berurutan, ketiga tingkatan yang pertama termasuk kelompok A dan dipandang sebagai kebutuhan akan ketenangan. Maslow percaya bahwa jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka seseorang akan gagal berkembang menjadi orang yang sehat baik secara jasmani maupun rohani. Kelompok B merupakan dua tingkatan yang terakhir, yaitu penghargaan dan realisasi yang dikenal sebagai kebutuhan pertumbuhan. Kebutuhan ini harus dipenuhi jika seseorang ingin menumbuhkan dan mengembangkan potensi mereka sepenuhnya.

Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow
a)      Kebutuhan Fisiologi (Dasar) Rasa lapar Haus Mengantuk Sex
b)      Kebutuhan Keamanan (Emosional dan Fisik) Keamanan Perlindungan Kehangatan
c)  Kebutuhan Sosial (Persamaan Kelompok) Kelompok-kelompok pribadi Kegiatan-kegiatan sosial Pengakuan dari pihak lain Cinta
d)  Penghargaan (Diri dan Orang Lain) Kepercayaan diri Prestasi Perhatian Penghargaan Penghormatan
e) Realisasi Diri (Pemenuhan, Kedewasaan, Kearifan) Pertumbuhan Pengembangan pribadi Penyempurnaan

Teori harapan (Expectancy) dikemukakan oleh Victor Vroom (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) yang menyatakanbahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dan butuhkan dari hasil pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaannya akan memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya maka ia akan bekerja keras pula. dan sebaliknya 

Menurut Vroom (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) faktor dalam memunculkan motivasi kerja individu adalah atasan, isi pekerjaan, gaji, dan kesempatan untuk maju. Faktor atasan adalah bagaimana hubungan yang terjalin dengan atasan berlangsung baik dan mengakui otoritas atasan. Isi pekerjaan adalah bagaimana pekerja mengetahui isi dari uraian pekerjaan yang dikerjakannya dan mengetahui fungsi bagian kerjanya dalam proses rangkaian kerja keseluruhan. Kemudian gaji adalah kesesuaian
antara upah yang diterima dengan pekerjaan atau tugas yang dikerjakannya. Perbandingan upah dengan karyawan lain pada perusahaan berbeda-beda.  Faktor terakhir adalah kesempatan untuk maju, sejauh mana peluang karir yang tersedia bagi dirinya di perusahaan tersebut meliputi perbandingan kesempatan karir dengan rekan kerja lain dan perbandingan peluang kerja di perusahaan lain.

Minggu, 15 November 2015

prinsip actuating



Prinsip Actuating Dalam Manajemen

Manusia dengan berbagai tingkah lakunya yang berbeda-beda. Ada beberapa prinsip yang dilakukan oleh pimpinan perusahan dalam melakukan actuating, yaitu :

A.    Prinsip mengarah pada tujuan àTujuan pokok dari pengarahan nampak pada prinsip yang menyatakan  bahwa makin efektifnya proses pengarahan, akan semakin besar sumbangan bawahan terhadap usaha mencapai tujuan.artinya dalam melaksanakan fungsi pengarahan perlu mendapatkan dukungan/bantuan dari factor-faktor lain seperti :perencanaan, struktur organisasi, tenaga KERJA yang cukup, pengawasan yang efektif dan kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan serta kemampuan bawahan.

B.     Prinsip keharmonisan dengan tujuan Orang-orang bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang mungkn tidak mungkin sama dengan tujuan perusahaan. Semua ini dipengaruhi oleh motivasi masing-masing individu. Motivasi yang  baik akan mendorong orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara  yang wajar. 

C.     Prinsip kesatuan komando à Prinsip kesatuan komando ini sangat penting untuk menyatukan arah tujuan dan tangggung jawab para bawahan. Bilamana para bawahan hanya memiliki satu jalur didalam melaporkan segala kegiatannya.

Pentingnya Mencapai Actuating Manageral yang Efektif

Menurut Kurniawan (2009) prinsip-prinsip dalam penggerakan/actuating antara lain:

a.       Memperlakukan pegawai dengan sebaik-baiknya
b.      Mendorong pertumbuhan dan perkembangan manusia
c.       Menanamkan pada manusia keinginan untuk melebihi
d.      Menghargai hasil yang baik dan sempurna
e.       Mengusahakan adanya keadilan tanpa pilih kasih
f.       Memberikan kesempatan yang tepat dan bantuan yang cukup
g.      Memberikan dorongan untuk mengembangkan potensi dirinya

Halim,Abduldkk.2003.Sistem Pengendalian Manajemen Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN

Sabtu, 07 November 2015

kepemimpinan

kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang di tetapkan, disini juga dijelaskan bahwa sumber pengaruh ini bisa jadi bersifat formal seperti yang diberikan oleh pemangku jabatan manajerial dalam sebuah organisasi karena posisi manajemen memiliki tingkat otoritas yang diakui secara formal (Robbins dan Judge, 2011)
Terdapat beberapa teori kepemimpinan yakni teori sifat, teori perilaku dan teori kemungkinan,
– Teori Sifat Kepemimpinan (Trait theories of leadership)
teori yang mempertimbangkan berbagai sifat dan karakteristik pribadi yang membedakan para pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin, berfokus pada berbagai karakteristik pribadi seorang pemimpin.
– Teori Perilaku (Behavioral theories of ledership)
Teori yang mengemukakan bahwa beberapa perilaku tertentu, membedakan pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin, perbedaan antara teori sifat dan perilaku, dalam penerapanya, terletak pada asumsi pokoknya. Teori sifat berasumsi bahwa pemimpin dilahirkan, bukan diciptakan, sedangkan teori perilaku, berasumsi bahwa mereka yang ingin menjadi pemimpin yang efektif, dapat mengikuti program yang dirancang untuk menanamkan pola perilaku pada mereka yang ingin, dengan kata lain pemimpin dapat diciptakan.
– Teori Kemungkinan
1. Model Fielder
Model kemungkinan kepemimpinan pertama yang komprehensif adalah, dikembangkan oleh Fred Fielder, dimana ia menyatakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada kesesuaian antara gaya pemimpin dan sejauh mana situasi memberikan kendali kepada pemimpin tersebut
2. Teori situasional Hersey dan Blanchard
Sebuah teori kemungkinan yang berfokus pada kesiapan para pengikut. Kepemimpinan yang berhasil dapat dicapai dengan cara memilih gaya kepemimpinan yang baik dan yang benar, penekanan pada para pengikut dalam efektivitas kepemimpian mencerminkan bahwa para pengikutlah yang menerima atau menolak pemimpin tersebut.
B. MANAJEMEN
Manajemen, adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Definisi dari Mary Parker Follet ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.
Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Dan manajemen itu sendiri belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen Diakses pada : 09-01-2014, 08:28 Pm)
Fungsi manajemen
pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga,
yaitu:
1. Perencanaan (planning)
adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
2. Pengorganisasian (organizing)
dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
3. Pengarahan (directing)
adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha.
C. PERENCANAAN DALAM ORGANISASI
Pengertian Perencanaan , Manfaat Perencanaan dan Jenis Perencanaan dalam organisasi
Struktur organisasi menentukan bagaimana pekerjaan akan dibagi lalu di distribusikan, dan dikoordinasikan secara forlmal, dalam perencanaan struktur organisasi, para manajer perlu memperhatikan enam elemen dalam perencanaan untuk mendisain struktur organisasi mereka
1. Spesialisasi Pekerjaan
Yakni sejauh mana tugas tugas dalam organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan sendiri, Hakikat dari spesialisasi pekerjaan adalah, pekerjaan itu dipecah menjadi sejumlah tahap, dengan masing masing tahapan diselesaikan oleh seorang individu , manfaat perencanaan spesialisasi disini anggota dapat lebih fokus dalam mengerjakan satu bidang dan tidak teralihkan konsentrasinya pada hal yang lain
2. Departementalisasi
Dasar yang dipakai untuk mengelompokan pekerjaan secara bersama sama
Sebagai contoh salah satu cara paling popoler mengelompokan kegiatan berdasarkan fugsinya, tugas yang dijalankan bersama dikoordinasi dalam satu basis, manfaat disini pengelompokan tugas juga dapat memfokuskan kinerja ke satu titik
3. Rantai komando
Sebuah garis wewenang yang tanpa putus membentang dari puncak organisasi kepada eselon paling bawah, manfaat disini ialah koordinasi menjelaskan siapa yang bertanggung jawab kepada siapa, juga dalam hal wewenang yang melekat dalam memberikan perintah untuk dipenuhi
4. Rentang kendali
Jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manajer secara efisien dan efektif
5. Sentralisasi
Sejauh mana tingkat penganbilan keputusan teerkonsentrasi pada satu titik dalam organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Robbins dan Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi Duabelas. Penerbit Salemba Empat: Jakarta.
Kesimpulan: 
Leadership atau kepemimpinan memegang teguh tentang suatu tanggung jawab, dengan wewenang yang dimiliki seorang pemimpin harus bisa memberikan perintah kepada bawahannya agar dapat terbentuk manajemen yang baik. Pengambilan keputusan juga sangat berpengaruh bagi proses kepemimpinan dimana konsistensi sangat diperlukan dalam suatu organisasi. Berdasarkan teori nya masing masing maka leadership harus dijalankan dengan saksama dan memfokuskannya pada satu titik

Minggu, 01 November 2015

MANFAAT STRUKTUR FUNGSIONAL DAN STRUKTUR DIVISIONAL

Manfaat Struktur fungsional dan Struktur Divisional

Orang-orang dikelompokkan ke dalam departemen departemen menurut kesamaan keterampilan dan aktivitas-aktivitas kerja.

Dengan struktur fungsional, organisasi membentuk divisi-divisi semi otonom, dimana setiap divisi merancang, memproduksi dan memasarkan produknya sendiri. Masing-masing divisi mengembangkan strategi tingkat unit bisnis dan memiliki fungsi produksi, pemasaran, akuntansi dan fungsi lainnya. Manajer fungsi melapor pada manajer divisi yang kemudian melapor pada manajer korporat. Pembagian divisi pada umumnya dilakukan atas dasar produk, geografis, dan pasar/pelanggan.
Struktur fungsional mengelompokkan fungsi-fungsi yang sama atau kegiatan yang sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi. Individu yang memiliki keahlian yang sama dikelompokkan bersama. Struktur fungsional terdiri dari fungsi-fungsi utama organisasi, yaitu: produksi, pemasaran, keuangan, dan personalia/SDM.
Kelebihan:

1.  Menciptakan efisiensi melalui spesialisasi
2.  Memusatkan keahlian organisasi
3.  Memudahkan manajer dalam melakukan monitoring dan mengevaluasi kinerja karyawan
4.  Memerlukan koordinasi internal yang minimum
5.  Meminimumkan duplikasi personalia dan peralatan dari segi biaya
6.  Sesuai untuk lingkungan yang stabil

Tipe Struktur Fungsional

Mendesain struktur berdasar fungsi-fungsi yang ada dalam suatu organisasi/divisi/sub divisi. Misal fungsi niaga, fungsi SDM dan fungsi teknik. Tipe ini memiliki kelebihan seperti berikut. :

1. Mempromosikan ketrampilan yang terspesialisasi
2. Mengurangi duplikasi penggunaan sumber daya yang terbatas
3. Memberikan kesempatan karir bagi para tenaga ahli spesialis

Dan tipe fungsional ini relevan untuk situasi seperti berikut :

1.  Lingkungan stabil
2.  Tugas bersifat rutin dan tidak banyak perubahan terjadi
3.  Mengutamakan efisiensi dan kapabilitas fungsional

Namun tipe fungsional juga memiliki sejumlah keterbatasan, seperti :

1.  Menekankan pada rutinitas tugas — kurang memperhatikan aspek strategis jangka panjang
2.  Menumbuhkan perspektif fungsional yang sempit
3.  Mengurangi komunikasi dan koordinasi antar fungsi
4.  Menumbuhkan ketergantungan antar-fungsi — dan kadang membuat koordinasi dan kesesuaian jadwal kerja menjadi sulit dilakukan

Struktur fungsional –Bagan organisasi untuk organisasi berbasis fungsional terdiri dari Vice President, Sales department, Customer Service Department, Engineering atau departemen produksi, departemen Akunting dan Administratif .
Struktur Divisional. ini dibagi ke dalam: Departemen dikelompokkan ke dalam divisi mandiri terpisah berdasarkan pada kesamaan produk, program, atau daerah geografis. Perbedaan keterampilan merupakan dasar departementalisasi, dan bukannya kesamaan keterampilan.

1.  Struktur produk – struktur sebuah produk berdasarkan pada pengelolaan karyawan dan kerja yang berdasarkan jenis produk yang berbeda. Jika perusahaan memproduksi tiga jenis produk yang berbeda, mereka akan memiliki tiga divisi yang berbeda untuk produk tersebut.

2.  Struktur pasar – struktur pasar digunakan untuk mengelompokkan karyawan berdasarkan pasar tertentu yang dituju oleh perusahaan. Sebuah perusahaan bisa memiliki 3 pangsa pasar yang digunakan dan berdasarkan struktur ini, maka akan membedakan divisi dalam struktur.

3.   Struktur geografis – organisasi besar memiliki kantor di tempat yang berbeda, misalnya ada zona utara, zona selatan, barat, dan timur. Struktur organisasi mengikuti struktur zona wilayah.
Kelebihan :

1.  Lebih mudah dalam pengelolaannya karena memecah organisasi menjadi divisi yang lebih kecil.
2.   Memungkinkan pembuatan keputusan strategis yang lebih luas dan konsentrasi penuh pada tugas-tugas.

3.  Tempat latihan yang baik bagi para manajer strategik.
4.  Manajer dapat memilih struktur (produk, geografis, pasar) yang paling sesuai dengan divisinya.
5.   Sesuai untuk lingkungan yang cepat berubah, tanggapan yang cepat pada perubahan karena adanya.

B.  KERUGIAN STRUKTUR FUNGSIONAL DAN STRUKTUR DIVISIONAL

Struktur Fungsional Kelemahan :

1.  Menimbulkan kesulitan dalam komunikasi dan konflik antar fungsi.
2.  Menyebabkan kemacetan pelaksanaan tugas yang sifatnya berurutan.
3.  Memberikan respon yang lebih lambat terhadap perubahan.
4.   Anggota fungsi hanya berfokus pada kepentingan tugas-tugasnya sehingga cenderung berpandangan sempit dan dapat merugikan organisasi secara keseluruhan.

Struktur Divisional :Kelemahan:

1.   Memungkinkan berkembangnya persaingan disfungsional antar sumber daya organisasi dan konflik antara tugas-tugas & prioritas-prioritas.
2.   Kepentingan divisi mungkin ditempatkan di atas kepentingan organisasi secara keseluruhan.
3.    Kebijakan divisi tidak konsisten dengan kebijakan divisi lain maupun dengan kebijakan organisasi.
4.   Timbulnya masalah dalam alokasi sumber daya dan distribusi biaya-biaya perusahaan.
5.   Adanya duplikasi sumber daya dan peralatan yang tidak perlu.
6.   Duplikasi sumberdaya lintas divisi.
7.   Kurang pendalaman teknis dan spesialisasi dalam divisi-divisi.
8.   Koordinasi yang buruk lintas divisi.
9.   Kurangnya kendali sumberdaya menajemen puncak.
10. Kompetesi untuk sumberdaya perusahaan

KESIMPULAN :
Struktur fungsional ini mengelompokkan orang berdasarkan fungsi yang mereka lakukan dalam kehidupan profesional atau menurut fungsi yang dilakukan dalam organisasi. Struktur Divisional. Ini adalah jenis struktur yang berdasarkan divisi yang berbeda dalam organisasi.  

SUMBER :

http://repository.binus.ac.id/content/A0172/A017299334.ppt
 
Putri Melly Chynthia Blogger Template by Ipietoon Blogger Template
Pink Bow Tie